Pendidikan Luar Biasa

PENTINGNYA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH INKLUSI

Oleh Agus Irawan Sensus

A. Pengantar

Perkembangan manusia dewasa ini dihadapkan pada persoalan-persoalan kompleks, global dan sekaligus kontekstual yang semuanya memerlukan keterampilan penyesuaian diri yang baik. Proses individu untuk menjadi (on becoming) ke arah perkembangan menuju kemandirian, dalam prakteknya memerlukan upaya fasilitasi, yang dalam setting layanan di persekolahan dikonsepsikan pada layanan bimbingan dan konseling.

Dalam perspektif psikologi sosial, perkembangan individu tidak lepas dari pengaruh lingkungan fisik, psikhis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan, dan hal tersebut dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) masyarakat). Apabila perubahan yang terjadi sulit diprediksi atau berada di luar jangkauan individu, maka dinamika ini akan melahirkan fenomena kesenjangan perkembangan individu, seperti terjadinya stagnasi perkembangan, masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Beberapa sumber munculnya kesenjangan perkembangan individu dimaksud, antara lain: pertambahan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergesaran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur dari agraris ke industri.

Kompleksitas potensi permasalahan yang dihadapi oleh individu dewasa ini, menjadi rasional empirik-konseptual yang mengantarkan perlunya reposisi dan rekonseptualisasi layanan bimbingan dan konseling. Inovasi di dunia bimbingan dan konseling, terkait tentang perlunya reposisi dan rekonseptualisasi layanan bimbingan dan konseling ini, adalah model bimbingan komprehensif atau dalam referensi lainnya disebut juga model bimbingan perkembangan.

B. Konsep Dasar Pendekatan Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas-tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini juga disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling), dan standar yang dimaksud, adalah standar kemandirian.

Implementasi pendekatan ini menekankan pada prinsip kobalorasi antara konselor dengan para personal sekolah lainnya (kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, orang tua, dan profesi lain sesuai dengan keperluan layanan konseli). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier.

Berangkat dari kerangka pikir pendekatan bimbingan dan konseling komprehensif tersebut, maka implementasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan pada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikolgis, sosial, dan spiritual).

  1. Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Program bimbingan dan konseling yang berbasis pada pendekatan komprehensif, meliputi empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif; (3) perencanaan individual; dan (4) dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut, dalam konteks memfasilitasi perkembangan konseli secara optimal, dapat dijelaskan dalam bagan berikut:

Gambar 1

Komponen Program Bimbingan dan Konseling

berbasis Comprehensive Approach

1. Pelayanan Dasar

a. Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen assesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Assesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.

b. Tujuan

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

c. Fokus Pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi berprestasi; (c) keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f) penyadaran keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab. Terkait dengan pengembangan karier, khususnya siswa SMP dan SMA, meliputi: (a) fungsi agama bagi kehidupan; (b) pemantapan pilihan program studi; (c) keterampilan kerja profesional; (d) kesiapan pribadi—fisik-psikhis; (e) perkembangan dunia kerja; (f) iklim kehidupan dunia kerja; (g) cara melamar pekerjaan; (h) kasus-kasus kriminalitas; (i) bahayanya kriminalitas; dan (j) dampak pergaulan bebas.

2. Pelayanan Responsif

a. Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual, konseling crisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.

b. Tujuan

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karier dan atau masalah pengembangan pendidikan.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier dan pilihan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.

Masalah lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

3. Pelayanan Perencanaan Individual

a. Pengertian

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil assesmen dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.

b. Tujuan

Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan perencanaan individual ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Isi pelayanan perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian, meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:

1)      Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.

2)      Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuan dirinya.

3)      Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.

4)      Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik, meliputi: memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

4. Dukungan Sistem

Ketiga komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas. Sedangkan bagi personil pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan manajemen; dan (c) riset dan pengembangan.

a. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan guru-guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah; (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a) pengembangan program, (b) pengembangan staff; (c) pemanfaatan sumber daya; dan (d) pengembangan penataan kebijakan.

c. Pengembangan Profesionalitas

Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui: (1) inservice training; (2) aktif dalam organisasi profesi; (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar, workshop, atau (3) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (pascasarjana).

d. Pemberian konsultasi dan berkolaborasi

Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling. Pihak-pihak terkait, seperti: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN, (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, (5) MGP, dan (6) Depnaker.

e. Manajemen Program

Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.

f. Riset dan Pengembangan

Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (a) merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan koalitas layanan bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesional konselor; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback,1980)

Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana parasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan/atau profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai dan obyektif.

Nyatanya upaya pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus melalui layanan pendidikan di sekolah inklusi tidak cukup melalui instructional approach. Hal tersebut proses perkembangan anak berkebutuhan khusus untuk menjadi (on becomening), relatif dihadapkan pada hambatan (barrier of development), baik yang bersumber dari dalam diri individu anak berkebutuhan khusus, maupun bersumber dari lingkungan perkembangannya. Kenyataan inilah yang memberikan landasan empirik akan pentingnya layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus.

Layanan bimbingan konseling bagi anak luar biasa memiliki beberapa dasar yaitu: (1) dasar historis; (2) dasar yuridis; (3) dasar psikologis-pedagogis; dan (4) dasar sosiologis (Agus Irawan S., 2005: 4).

a.       Dasar Historis

Proses pembelajaran di sekolah, awalnya tidak terlepas dari layanan bimbingan konseling, mengingat proses pengembangan potensi siswa, membutuhkan intervensi pendidikan secara terpadu, antara Instructional Approach dan Psycho-educational Approach. Misalnya, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di beberapa negara, tidak terlepas dari layanan bimbingan konseling (Neely, Margery, 1982).

b.      Dasar Yuridis

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ps. 5 ayat (1) ‘Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2): Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat  Ayat (4) ‘Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’. Pasal 11 ayat (1) dan (2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’. ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun’. Pasal  12 ayat (1) ‘Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.  Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ‘Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah’. Pasal 45 ayat (1) ‘Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik’.

Bimbingan dan konseling dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahwa guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan bantuan kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengan siswa, seperti orang tua/wali siswa agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Proses pengenalan diri harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan. Tanpa diimbangi dengan suatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya tersebut menjadi lebih baik. Sebagai contoh, jika siswa memiliki kelemahan dari sisi postur badan (terlalu pendek atau terlalu tinggi), dan siswa yang bersangkutan atau pihak-pihak terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.

Dari paparan di atas, maka layanan bimbingan di sekolah bertujuan untuk mengembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan komprehensif, sehingga pada akhirnya peserta didik memiliki kemandirian dalam sikap dan perbuatan dengan penuh tanggungjawab. Secara spesifik anak luar biasa memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya untuk memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan perkembangan diri anak luar biasa.

c.       Dasar Psikologis-Pedagois

Dalam diri siswa terdapat sejumlah potensi yang membutuhkan stimulasi dari lingkungan melalui sentuhan-sentuhan Psycho-educational. Dalam teori perkembangan dikatakan bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor bawaan seperti kapasitas intelegensi, bakat, minat, dan faktor lingkungan yaitu intervensi pendidikan. Kaitanya dengan pengembangan potensi yang dimiliki anak luar biasa, maka layanan bimbingan konseling sebagai salah satu wujud intervensi pendidikan, memiliki peranan yang sangat diperlukan sama halnya dengan proses pembelajaran di dalam kelas.

d.      Dasar Sosiologis

Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan peserta didik yang memiliki kompetensi melaksanakan peran-peran sosialnya (social roles), maka dalam prosesnya membutuhkan sentuhan-sentuhan psycho-educational yang terwujud dalam layanan bimbingan konseling. Misalnya, proses pembentukan konsep diri sebagai syarat psikologis anak luar biasa untuk hidup mandiri dan bergabung dengan masyarakat luas, dalam prakteknya tidak cukup melalui proses pembelajaran mata pelajaran di dalam kelas, akan tetapi membutuhkan sentuhan-sentuhan psikologis yang terwujud dalam layanan bimbingan konseling.

Kenyataan inilah semakin memperkuat landasan pentingnya layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus. Secara konseptual, jelaslah bahwa dalam konteks layanan bimbingan dan konseling telah banyak beberapa hasil penelitian dari mahasiswa pascasarjana program studi bimbingan dan konseling, khususnya konsentrasi bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus. Hasil-hasil penelitian tersebut, telah memberikan landasan konseptual-operasional yang dapat dijadikan rujukan dalam memformulasikan layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus.

Berangkat dari beberapa landasan perlunya layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus, di akhir pembahasan dalam makalah ini disajikan sebuah kerangka pemikiran dalam memformulasikan layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus — dalam contoh ini kasus pada anak tunanetra — di sekolah inklusi, sebagai berikut.

Gambar 1

Framework Layanan Bimbingan dan Konseling bagi ABK di Sekolah Inklusi

Berbasis Comprehensive Approach

DAFTAR PUSTAKA

Agus Irawan Sensus. (2005). Keterampilan Dasar Layanan Bimbingan dan Konseling bagi guru SLB. Bandung: P3G Tertulis.

Depdiknas. (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Depdiknas.

…………… (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Neely, M. (1982). Counseling and Guidance Practices with Special Education Needs. New York: The Dorsey Press.

O’Neil,j.(1994/1995).Can inclusion work? A Conversation With James Kauffman and Mara Sapon-Shevin. Educational Leadership.52(4)7-11

Stainback,W. & Sianback, S.(1990). Support Networks for Inclusive Schooling:Independent Integrated Education.Baltimore: Paul H.Brooks.

3 tanggapan untuk “PENTINGNYA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH INKLUSI

Tinggalkan Balasan ke puput Batalkan balasan